Warga dan Santri NU Jangan Diam, Harus Kuasai Media Massa


“Kita yang paham agama, tapi tidak mengisi medsos, yang mengisi medsos malah yang tidak mengerti agama, maka isinya caci maki, mengkafir-kafirkan orang karena yang mengisi konten medsos tidak mengerti agama”


-KH. Said Aqil Siroj


Kutipan KH. Hasyim As’ary dalam kitab Khittoh 26 :


إذا ظهرت الفتن أو البدع وسب أصحابي، فليظهر العالم علمه، فمن لم يفعل لك فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين


“Jika fitnah dan bid’ah bermunculan dan sahabat-sahabatku dicaci-maki maka hendaklah orang yg tahu tampil kemuka dg pengetahuannya. Barang siapa tidak melakukan itu maka akan tertimpa kutukan Allah, para malaikat, dan semua manusia”


Jadi, meluruskan fitnah, hoax, caci-maki kepada orang-orang baik itu adalah tugas keagamaan.

Warga NU yg punya ilmu tidak boleh tinggal diam. Ketika keadaan baik-baik saja mereka tidak boleh menonjolkan diri (tawadhu), tetapi ketika banyak hoax berseliweran, mereka harus meluruskan.


Tidak boleh tidak tampil untuk mengambil panggung. Jangan kamu pandang tokoh yang punya pondok pesantren gedung megah santri banyak jamaahnya ribuan, dia seorang singa atau macan alim soleh


Kalau tidak mampu berargumen atau mensyiarkan agama untuk menangkal hoax fitnah secara suka rela memang demikian kurangnya wawasan hanya monoton kepesantrenan.


Jangan kau anggap seorang mubaliqh yang tenar laku di pasaran adalah seorang alim soleh berilmu mumpuni bidang agama. Dengan demikian kalau apabila tidak mampu menangkis dengan kritikan tajam menjabarkan kebenaran sikap NU yang sesuai Islam Nusantara di bumi persada NKRI.


Dengan demikian bila tidak berani menangkis fitnah hoaxs dari tokoh salafussolikhin yang sebagai panutan.

Jangan kau anggap rendah kurang wawasan dengan bagaikan macan pendiam atau tidak tidor bila dengan demikian selalu usik berisik mengkritik demi dakwah membawa kebaikan penjelasan kebenaran demi menangkal fitnah hoax kedurjanaan. Se alim se tinggi ilmu agama bila tidak berpengalaman akan di makan ular berbisa.


Warga dan Santri NU Mampu Pelopori Peradaban Islam Dunia.


Sejarah perkembangan Islam di Nusantara tak sama dengan perkembangan Islam di Timur Tengah. Jika di sana umumnya Islam disebarkan dengan cara penaklukan (peperangan), maka di Indonesia agama tersebut tersebar melalui jalur yang damai. Sehingga, Indonesia mampu menjadi negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.


Menurut Seorang ulama Sunni Syaikh Aun bin Mu’in Al-Qaddoumi asal Yordania, Indonesia adalah negara dengan tingkat kerukunan hidup beragama yang sangat tinggi. Syekh Aun Al-Qaddoumi melontarkan apresiasinya terhadap Nahdlatul Ulama yang dianggap berperan serta dalam mewujudkan toleransi beragama di Indonesia.


Ia juga mendukung usaha NU dalam mengembangkan Islam yang ramah di Indonesia, yang selama beberapa waktu terakhir ini telah diperluas ke lingkup berskala internasional.


“Saya melihat Indonesia ini seperti gambaran Islam di Madinah yang dibina oleh Rasulullah,” kata Syekh Aun.


Syekh Aun juga memuji pemikiran-pemikiran para ulama pendiri NU. Dia mengaku sangat yakin bahwa Nahdlatul Ulama ke depan akan menjadi pelopor dalam membangun peradaban Islam di dunia.


“Ke depan, Nahdlatul Ulama sangat memungkinkan untuk melanjutkan membangun peradaban Islam di dunia dengan generasi mudanya yang potensial. Dengan bimbingan para Kiai Nahdlatul ulama tentunya,” tambahnya.


“Mulai zaman dulu, sejak Zaman Rasulullah yang membawa sebuah peradaban Islam dalam setiap periode masa, selalu muncul tokoh-tokoh Islam yang membangun peradaban. Seperti Umar bin Al-Khattab, Shalahuddin Al-Ayyubi (dari Dinasti Ayyubiyah) dan Muhammad Al-Fatih (dari Dinasti Turki Utsmani),” kata Syaikh Aun.


Berkali-kali ia menyebutkan dalam ceramahnya bentuk jamak (plural) dari kata ‘kiai’ dengan ‘kiaiat’. Syekh Aun berbicara di hadapan sekitar 60 mahasiswa pascasarjana dan para civitas akademika Universitas Islam Malang (Unisma). Habib Jamal bin Toha Baagil juga hadir dalam kesempatan itu sebagai penerjemah.

Postingan populer dari blog ini

Berani Ambil Resiko Bermimpi dan Berharap Besar